Dilema Etika dan Bujukan Moral Seorang Guru
freepik.com |
Bagaimana jadinya jika Anda adalah seorang guru, namun Anda salah dalam mengambil sebuah keputusan ketika mengalami dilema etika dan bujukan moral?
Bu Ira adalah seorang guru kelas 6 di SD Merdeka. Sesuai aturan yang berlaku, setiap murid kelas 6 harus membuat tugas proyek di akhir semester. Salah satu murid yang bernama Raka, tidak mengerjakan tugas tersebut dengan alasan harus membantu keluarganya kerja di kebun dalam waktu tersebut. Di keluarganya, Raka adalah anak paling tua dan sangat diandalkan oleh ibunya sejak ayahnya meninggal. Saat kepala sekolah meminta rekapan nilai proyek dari Bu Ira sebagai wali kelas 6, Bu Ira pun memberikan nilai 70 (sesuai KKTP) pada Raka. Apakah keputusan Bu Ira sudah tepat?
Sahabat Cikgu Tere, sebagai seorang guru, terkadang kita dihadapkan pada situasi dilema etika seperti Bu Ira pada ilustrasi di atas. Di satu sisi, kita memahami situasi yang dihadapi oleh murid kita, namun di sisi lain, kita harus menegakkan aturan terkait pemberian nilai kepada murid secara adil. Sebenarnya jika ditelusuri lebih dalam terdapat hubungan antara dilema etika dengan filosofi Ki Hajar Dewantara, nilai-nilai kebajikan, coaching, dan keterampilan sosial emosional. Berikut ini adalah penjelasannya:
Hubungan Dilema Etika Dengan Filosofi Ki Hajar Dewantara
Guru sebagai pemimpin pembelajaran hendaknya menjadikan filosofi Ki Hajar Dewantara sebagai pedoman utama dalam berbagai aspek kepemimpinan, terutama dalam pengambilan keputusan. Dalam filosofi ini, kita mengenal Pratap Triloka yaitu Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani, yang bermakna, di depan menjadi teladan, di tengah memberikan bimbingan, dan di belakang memberikan semangat atau dorongan. Pratap Triloka ini mengajarkan kita tentang salah satu prinsip dalam kepemimpinan yaitu bahwa kepemimpinan tidak hanya soal memberi perintah, tetapi juga tentang memberikan teladan, membangkitkan semangat, dan mendukung perkembangan potensi orang lain yang dipimpinnya.
Hubungan Dilema Etika Dengan Nilai-Nilai Kebajikan
Nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita sangat memengaruhi prinsip yang kita pegang saat mengambil keputusan. Nilai-nilai tersebut bersumber dari nilai-nilai kebajikan universal, seperti: kejujuran, empati, tanggung jawab, integritas, dll. Sebagai contoh, seorang guru yang berpegang pada empati dan kemanusiaan, akan selalu berusaha mengambil keputusan yang berpihak pada murid dan berlandaskan nilai-nilai tersebut. Hal ini juga yang memperkuat pernyataan bahwa pengambilan keputusan bukan hanya soal memilih apa yang benar, tetapi juga bagaimana keputusan tersebut mencerminkan sikap dan kepribadian kita yang bersumber dari nilai-nilai kebajikan yang kita yakini.
Hubungan Dilema Etika Dengan Coaching
Selain sebagai seorang pemimpin pembelajaran, guru juga berperan sebagai seorang coach. Pada saat guru melakukan praktik coaching, maka ia dapat membantu coachee untuk mengambil keputusan. Praktik coaching dijalankan dengan prinsip kemitraan, di mana coach mengajukan sejumlah pertanyaan pemandu kepada coachee dengan menggunakan alur TIRTA, yaitu: Menyepakati tujuan dan hasil percakapan (T), mengajak coachee untuk mengungkapkan masalah yang dihadapinya (I), melakukan sesi brainstorming untuk menggali ide atau solusi dari coachee (R), dan membantu coachee untuk menyimpulkan apa yang didapat dari praktik coaching (TA). Pada praktik coaching, peran guru sebagai coach adalah membantu coachee dalam mengambil keputusan atas rencana yang akan dijalankannya dengan penuh tanggung jawab.
Hubungan Dilema Etika Dengan Kompetensi Sosial Emosional
Orang bijak mengatakan bahwa jika kita sedang berada dalam suasana emosional, janganlah memutuskan sesuatu, karena dapat berujung pada penyesalan. Mari kita sejenak refleksi, apakah Sahabat Cikgu Tere pernah berada di situasi yang seperti ini? Apakah keputusan yang Sahabat ambil tersebut cukup efektif?
Pengambilan keputusan tidak hanya didasarkan pada logika, tetapi juga melibatkan aspek sosial emosional. Oleh karena itu, dalam pengambilan keputusan, kita harus belajar untuk menyadari emosi yang kita rasakan, serta memahami bagaimana emosi orang lain turut memengaruhi pengambilan keputusan kita. Dalam menghadapi dilema etika, kemampuan untuk mengelola emosi seperti empati, kemarahan, atau rasa tidak adil sangat penting. Jika tidak dikelola dengan baik, emosi dapat mengaburkan pandangan kita dan membuat kita mengambil keputusan yang tidak bijak. Untuk menghindarinya, kita dapat menerapkan mindfullness/kesadaran penuh melalui Teknik STOP (Stop, Take a deep breath, Observe, and Proceed).
Dampak Pengambilan Sebuah Keputusan
Namun, seringkali kita menghadapi berbagai tantangan dalam pengambilan keputusan. Khususnya jika kasus tersebut merupakan kasus dilema etika. Situasi ini akan menempatkan kita pada posisi serba salah karena keputusan yang kita ambil tidak dapat memuaskan semua pihak. Perubahan paradigma pendidikan yang mengedepankan kebebasan dan kemandirian siswa juga menuntut kita untuk terus berkembang dalam cara kita mengambil keputusan. Seorang guru dituntut untuk mampu membangun budaya positif di mana semua pendapat dihargai, dan murid-murid didorong untuk mengambil peran aktif dalam pengambilan keputusan sebagai bagian dari tantangan tersebut.Sehingga praktik baik pengambilan keputusan ini dapat mengubah perspektif mereka terhadap cara-cara pengambilan keputusan yang lebih baik sebagai bekal masa depan mereka.
Kesimpulan
Setelah mempelajari modul ini, saya mempelajari tentang 4 paradigma pengambilan keputusan , 3 prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Modul ini membuat saya sebagai seorang guru melakukan refleksi atas pengambilan keputusan yang selama ini saya lakukan. Saya juga menemukan hal-hal yang tak terduga dari pemahaman terhadap modul ini khususnya mengenai 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Selama ini saya cenderung cepat untuk mengambil keputusan sehingga terkadang keputusan yang sudah diambil mendatangkan sedikit penyesalan dan rasa bersalah. Setelah memahami tentang pengujian keputusan, saya mencoba membuat keputusan melalui langkah-langkah tersebut sampai saya menemukan opsi trilema yang benar-benar kreatif dan di luar perkiraan sebelumnya. Saya juga belajar menahan diri agar tidak mengambiil keputusan dalam situasi emosional yang dapat menciptakan ketidakadilan akibat keputusan yang kurang tepat.
Sahabat Cikgu Tere, di bagian akhir artikel ini, saya ingin menekankan pentingnya mempelajari modul terkait dengan dilema etika bagi seorang individu sekaligus seorang pemimpin, karena dalam keseharian kita, tentunya peran untuk mengambil keputusan akan selalu kita hadapi. Modul ini benar-benar memberikan penjelasan yang komprehensif mengenai dilema etika dan hubungannya dengan materi-materi lain seperti: filosofi Ki Hajar Dewantara, coaching, keterampilan sosial emosional, dan pengambilan keputusan. Oleh karena itu saya juga ingin mengajak semua Sahabat untuk merefleksikan kembali terkait pengalaman-pengalaman Sahabat Cikgu Tere dalam melakukan pengambilan keputusan terkait kasus-kasus dilema etika selama ini. Pernahkah Sahabat melakukan pengujian keputusan yang diambil? Jika belum, maka sebaiknya mulai saat ini, kita belajar untuk menerapkan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Contoh penerapannya dapat Sahabat Cikgu Tere lihat Di Sini.
Salam dan Bahagia,
Theresia Sri Rahayu
CGP Angkatan 11 Kab. Sumba Tengah
Disclaimer: Artikel ini merupakan tugas koneksi antar materi Modul 3.1
Terimakasih untuk ilmunya Bu, semangat berbagi 💪
BalasHapusTerima kasih banyak untuk tanggapannya, Bu.
HapusTerimakasih sudah berbagi cikgu, ilmunya sangat bermanfaat bagi guru
BalasHapusSyukurlah jika bermanfaat, trm ksh juga untuk tanggapannya 🙏
BalasHapusSangat menginspirasi ibu guru hebat.. Sukses terus untuk karyanya🙏
BalasHapusKalau seandainya artikel ini di baca dengan hati dan di paham i bagaimana kita sebagai pemimpin di kelas yg berhadapan dgn berbagai situasi dan siswa yg berbeda . Selamat dan tetap semangat
BalasHapusTerima kasih banyak tanggapannya, Mama.
Hapus